Desember 10, 2014

0

Semarang Rasa Belanda

Posted in ,
Salah satu gedung peninggalan Belanda yang masih berfungsi di Kota Lama/irzal
Jakarta memiliki Kota Tua. Semarang pun tak mau kalah. Ibukota Jawa Tengah tersebut mempunyai Kota Lama. Gedung-gedung yang dibangun sejak zaman Belanda masih tersisa di Semarang, sehingga disebut Outstadtatau Little Netherland. Kala itu, Semarang adalah pusat perekonomian dan budaya masyarakat Jawa Tengah sekaligus menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda yang berada di Jawa Tengah.
      Perkembangan zaman mengakibatkan tenarnya Kota Lama yang membentang dari sungai Mberok hingga menuju daerah Terboyo. Kemegahan Kota Lama masih memikat meski beberapa bangunan kondisinya tidak terawat. Segudang cerita tersimpan di kawasan tersebut. Rangkaian kisah seolah tak habis bila membicarakannya.

    Apabila berkunjung ke Kota Lama, kita seolah memasuki masa kolonial Belanda. Arsitektur bangunan mengundang decak kagum kita. Sihir dari usia bangunan tersebut begitu terasa. Menurut Dimas Suryo, penggiat Komunitas Sejarah Lopen Semarang, bangunan yang berdiri berkiblat pada bangunan di Eropa. Hal tersebut tampak dari detail bangunan yang khas dan ornamen yang identik dengan gaya Eropa. Pintu dan jendela yang luar biasa besar, penggunaan kaca-kaca berwarna, bentuk atap yang unik, dan ruang bawah tanah memang sengaja dirancang menyesuaikan iklim tropis di Indonesia.

Sisa-sisa gedung tua belanda menjadi landmark yang mengagumkan/irzal
Meretas Jalan, Menuai Waktu
    Bila ingin menemukan kepingan-kepingan sejarah yang utuh, langkahkan kaki kita menyusuri sepanjang jalan berpaving yang menjadi tanda kawasan Kota Lama Semarang. Siapkan kamera untuk membidik tiap kenangan yang tersaji. Mata dan panca indera kita pasti haus akan ingatan yang kembali ke masa lampau Semarang.

   Kekuasaan Hindia Belanda di Semarang memberi pengaruh bagi Kota Lama Semarang. Bangkrutnya kongsi dagang Hindia Timur Verenigde Ooost-indische Compagnie (VOC) pada 1799 melahirkan keterikatan kekuasan Belanda terhadap Semarang yang tak bisa dilepaskan begitu saja. Semarang pun dijuluki ‘Batavia Kedua’.

       Gereja Blenduk dapat menjadi jujukan pertama bila menginjakkan kaki di Kota Lama. Dibangun pada 175, di zaman pendeta Johanennes Wihelmus Swemmelaar, atap kubah gereja tertua di Jawa Tengah tersebut memaksa mata pengunjung untuk meliriknya. Warna putih yang melekat di dinding memberi kesan yang mencolok ketika disandingkan dengan warna merah kubah. Empat pilar kokoh serta menara kembarnya yang khas di bagian depan juga menjadi ciri khas gereja yang kini bernama resmi GPIB Immanuel ini. Gereja berciri Portugis dan Italia itu kini menjadi tetengger Kota Lama.

    Menyeberang dari Gereja Blenduk, mata langsung tertuju pada gedung asuransi Jiwa Sraya. Dulunya, kantor tersebut merupakan gedung Nederlandsch Indische Leven Sverzeking De Lifrente Maatschaapij (NILLMI). Arsitek kondang Thomas Karsten yang merancang beberapa bangunan di Kota Lama dan Candi Baru itu juga mendesain gedung tersebut sekitar tahun 1916. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kantor Balaikota Semarang bertempat di gedung itu. “Menurut kami di Lopen, gedung ini adalah bangunan pertama kali di Indonesia yang memiliki lift,” kata Dimas.

      Dimas juga menerangkan tentang keberadaan gedung Marba. Dari penuturannya, nama gedung Marba diambil dari singkatan nama pemiliknya Marta Badjunet, seorang saudagar kaya dari negara Yaman. Dibangun sekitar abad XIX, geding itu mempunyai dua lantai dan ketebalan dindingnya 20 sentimeter. “Awalnya, gedung ini fungsinya untuk kantor usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), dan department store De Zeikel yang tenar kala itu,” ungkapnya. 

      Di Kota Lama, terdapat jembatan yang sarat dengan cerita sejarah. Kekentalan cerita tersebut membuat pemerintah membangun tiruan jembatan itu persis di jembatan asli. Jembatan yang kini disebut Berok tersebut berperan penting bagi Semarang. Kota lama Oud Standt yang dipagari dengan benteng berbentuk segi lima (Benteng Vijfhoek) dan bagian kota yang lain bisa saling terhubung karena jembatan yang terletak pada Gerbang barat atau Gouvernementsport.  Jembatan itu tetap dipertahankan, meski keberadaan benteng sudah tidak ada sejak tahun 2842.

    Jembatan berok sempat bernama Gouvernementsbrug diganti dengan Sociteisbrug. Namun sekarang terkenal dengan sebutan Jembatan Berok. “Masyarakat pribumi telanjur keseleo dalam mengucapkan kata Brug, sehingga jembatan ini disebut Berok,” kata Dimas menambahkan.

     Aisyah Karimah, mahasiswa yang datang dari Sumedang, Jawa Barat mengaku senang dapat berkeliling di Kota Lama Semarang. Teriknya matahari yang menyengat tak menyurutkan semangatnya menjelajah. Dia pun tak ingin melewatkan momen untuk berpose di depan setiap bangunan tua yang ia singgahi. “City tour yang beda ya kalau berkunjung di sini,” ujarnya. (Shela-Bincang Kampus)

Lampiran :


0 komentar: