Semarang Rasa Belanda
Posted in Tongkrongan, WisataSalah satu gedung peninggalan Belanda yang masih berfungsi di Kota Lama/irzal |
Jakarta memiliki Kota
Tua. Semarang pun tak mau kalah. Ibukota Jawa Tengah tersebut mempunyai Kota
Lama. Gedung-gedung yang dibangun sejak zaman Belanda masih tersisa di
Semarang, sehingga disebut Outstadtatau Little Netherland. Kala itu,
Semarang adalah pusat perekonomian dan budaya masyarakat Jawa Tengah sekaligus
menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda yang berada di Jawa Tengah.
Perkembangan zaman mengakibatkan tenarnya Kota Lama yang membentang dari sungai
Mberok hingga menuju daerah Terboyo. Kemegahan Kota Lama masih memikat meski
beberapa bangunan kondisinya tidak terawat. Segudang cerita tersimpan di
kawasan tersebut. Rangkaian kisah seolah tak habis bila membicarakannya.
Apabila berkunjung ke
Kota Lama, kita seolah memasuki masa kolonial Belanda. Arsitektur bangunan
mengundang decak kagum kita. Sihir dari usia bangunan tersebut begitu terasa.
Menurut Dimas Suryo, penggiat Komunitas Sejarah Lopen Semarang, bangunan yang
berdiri berkiblat pada bangunan di Eropa. Hal tersebut tampak dari detail bangunan
yang khas dan ornamen yang identik dengan gaya Eropa. Pintu dan jendela yang
luar biasa besar, penggunaan kaca-kaca berwarna, bentuk atap yang unik, dan
ruang bawah tanah memang sengaja dirancang menyesuaikan iklim tropis di
Indonesia.
Sisa-sisa gedung tua belanda menjadi landmark yang mengagumkan/irzal |
Meretas
Jalan, Menuai Waktu
Bila ingin menemukan
kepingan-kepingan sejarah yang utuh, langkahkan kaki kita menyusuri sepanjang
jalan berpaving yang menjadi tanda kawasan Kota Lama Semarang. Siapkan kamera
untuk membidik tiap kenangan yang tersaji. Mata dan panca indera kita pasti
haus akan ingatan yang kembali ke masa lampau Semarang.
Kekuasaan Hindia
Belanda di Semarang memberi pengaruh bagi Kota Lama Semarang. Bangkrutnya
kongsi dagang Hindia Timur Verenigde Ooost-indische Compagnie (VOC)
pada 1799 melahirkan keterikatan kekuasan Belanda terhadap Semarang yang tak
bisa dilepaskan begitu saja. Semarang pun dijuluki ‘Batavia Kedua’.
Gereja Blenduk dapat
menjadi jujukan pertama bila menginjakkan kaki di Kota Lama. Dibangun pada 175,
di zaman pendeta Johanennes Wihelmus Swemmelaar, atap kubah gereja tertua di
Jawa Tengah tersebut memaksa mata pengunjung untuk meliriknya. Warna putih yang
melekat di dinding memberi kesan yang mencolok ketika disandingkan dengan warna
merah kubah. Empat pilar kokoh serta menara kembarnya yang khas di bagian depan
juga menjadi ciri khas gereja yang kini bernama resmi GPIB Immanuel ini. Gereja
berciri Portugis dan Italia itu
kini menjadi tetengger Kota Lama.
Menyeberang dari Gereja
Blenduk, mata langsung tertuju pada gedung asuransi Jiwa Sraya. Dulunya, kantor
tersebut merupakan gedung Nederlandsch Indische Leven Sverzeking De Lifrente
Maatschaapij (NILLMI). Arsitek kondang Thomas Karsten yang merancang beberapa
bangunan di Kota Lama dan Candi Baru itu juga mendesain gedung tersebut sekitar
tahun 1916. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kantor Balaikota Semarang
bertempat di gedung itu. “Menurut kami di Lopen, gedung ini adalah bangunan
pertama kali di Indonesia yang memiliki lift,” kata Dimas.
Dimas juga menerangkan
tentang keberadaan gedung Marba. Dari penuturannya, nama gedung Marba diambil
dari singkatan nama pemiliknya Marta Badjunet, seorang saudagar kaya dari
negara Yaman. Dibangun sekitar abad XIX, geding itu mempunyai dua lantai dan
ketebalan dindingnya 20 sentimeter. “Awalnya, gedung ini fungsinya untuk kantor
usaha pelayaran, Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), dan department store De Zeikel yang tenar kala itu,” ungkapnya.
Di Kota Lama, terdapat
jembatan yang sarat dengan cerita sejarah. Kekentalan cerita tersebut membuat
pemerintah membangun tiruan jembatan itu persis di jembatan asli. Jembatan yang
kini disebut Berok tersebut berperan penting bagi Semarang. Kota lama Oud Standt yang dipagari dengan
benteng berbentuk segi lima (Benteng Vijfhoek) dan bagian kota yang lain bisa
saling terhubung karena jembatan yang terletak pada Gerbang barat atau
Gouvernementsport. Jembatan itu tetap
dipertahankan, meski keberadaan benteng sudah tidak ada sejak tahun 2842.
Jembatan berok sempat
bernama Gouvernementsbrug diganti dengan Sociteisbrug. Namun sekarang terkenal
dengan sebutan Jembatan Berok. “Masyarakat pribumi telanjur keseleo
dalam mengucapkan kata Brug, sehingga jembatan ini disebut Berok,” kata Dimas
menambahkan.
Aisyah Karimah,
mahasiswa yang datang dari Sumedang, Jawa Barat mengaku senang dapat
berkeliling di Kota Lama Semarang. Teriknya matahari yang menyengat tak
menyurutkan semangatnya menjelajah. Dia pun tak ingin melewatkan momen untuk
berpose di depan setiap bangunan tua yang ia singgahi. “City tour yang beda ya
kalau berkunjung di sini,” ujarnya. (Shela-Bincang Kampus)
Lampiran :
Lampiran :
0 komentar: